Berikut adalah Fatwa dari Imam-Imam muktabar dan dalil-dalil dari Al-Quran:
Pertama: Fatwa Syeikh Yusuf Al Qardhawi.
Menurut beliau, “Saya ingin katakan di sini bahawa operasi-operasi ini adalah termasuk cara yang paling jitu dalam jihad fisabilillah. Dan ia termasuk bentuk teror yang diisyaratkan dalam Al Qur'an dalam sebuah firman Allah Ta'ala yang artinya:
‘Dan persiapkanlah kekuatan apa yang mampu kamu kuasai dan menunggang kuda yang akan membuat takut musuh-musuh Allah dan musuhmu.’(QS. Al Anfal: 60).
Penamaan operasi ini dengan nama ‘bunuh diri’ adalah sangat keliru dan menyesatkan. Ia adalah operasi tumbal heroic (pengorbanan kepahlawanan) yang bernuansa (bercorak) agamis, ia sangat jauh bila dikatakan sebagai usaha bunuh diri. Juga orang yang melakukannya sangat jauh bila dikatakan sebagai pelaku bunuh diri. Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri. Sementara pejuang ini mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang bunuh diri itu adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah, sedangkan pejuang ini adalah manusia yang seluruh cita-citanya tertuju kepada rahmat Allah Ta’ala.
Orang yang bunuh diri itu ingin menyelesaikan dari dirinya dan dari kesulitannya dengan menghabisi nyawanya sendiri, sedangkan seorang mujahid ini membunuh musuh Allah dan musuhnya dengan senjata terbaru ini yang telah ditakdirkan menjadi milik orang-orang lemah dalam menghadapi tirani kuat yang sombong. Mujahid itu menjadi bom yang siap meledak kapan dan di mana saja menelan korban musuh Allah dan musuh bangsanya, mereka (baca: musuh) tak mampu lagi menghadapi pahlawan syahid ini. Pejuang yang telah menjual dirinya kepada Allah, kepalanya ia taruh di telapak tanganNya demi mencari syahadah di jalan Allah.
Para pemuda pembela tanah airnya, bumi Islam, pembela agama, kemuliaan dan umatnya, mereka itu bukanlah orang-orang yang bunuh diri. Mereka sangat jauh dari bunuh diri, mereka benar-benar orang syahid. Karena mereka persembahkan nyawanya dengan kerelaan hati di jalan Allah; selama niatnya ikhlas hanya kepada Allah saja; dan selama mereka terpaksa melakukan cara ini untuk menggetarkan musuh Allah Ta'ala, yang jelas-jelas menyatakan permusuhannya dan bangga dengan kekuatannya yang didukung oleh kekuatan besar lainnya.”
Bahkan Syeikh Al Qaradhawi menguatkan pendapatnya dengan pandangan ulama klasik yang juga membolehkan aksi sejenis bom syahid, yakni pandangan Imam al Jashash, Imam al Qurthubi, Imam ar Razi, Imam Ibnu Katsir, Imam ath Thabari, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Asy Syaukani, Syaikh Rasyid Ridha, dan lain-lain.
Pada akhir fatwanya, dia berkata… “Saya (Al Qardhawi) yakin kebenaran itu sudah sangat jelas sekali, cahaya pagi itu sudah nampak bagi yang punya indera. Semua pendapat di atas membantah mereka yang mengaku-aku pintar, yang telah menuduh para pemuda yang beriman kepada Tuhannya kemudian bertambah yakin keimanannya itu. Mereka telah menjual dirinya untuk Allah, mereka dibunuh demi mempertaruhkan agamaNya. Mereka menuduhnya telah membunuh diri dan menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Mereka itu, insya Allah, adalah para petinggi syahid di sisi Allah. Mereka adalah elemen hidup yang menggambarkan dinamika umat, keteguhannya untuk melawan, ia masih hidup bukan mati, masih kekal tidak punah.
Seluruh apa yang kami minta di sini adalah: seluruh operasi itu dilakukan setelah menganalisa dan menimbangkan sisi positif dan negatifnya. Semua itu dilakukan melalui perencanaan yang matang sekali di bawah pengawasan kaum Muslimin yang mumpuni . Kalau mereka melihat ada kebaikan, segera maju dan bertawakkal kepada Allah. Karena Allah SWT berfirman yang artinya,
‘Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Agung dan Maha Bijaksana.’ (QS. Al Anfal: 49)”
(Fatawa Mu’ashirah, hal. 503-505, Jld. 3. Cet.1, Darul Qalam, Kairo)
Kedua: Fatwa Syaikh Muhammad Nashirudin al Albani.
Didalam Shahih Mawarid Azh Zham’an oleh Syaikh al AlBany (dipublikasikan setelah beliau wafat), dia berkata pada bab kedua, halaman 119, setelah menjelaskan hadits populer Abu Ayyub, mengenai firman Allah ‘walaa tulqu bi aydiikum ilat-tahlukah’, dia berkata :
“Dan ini adalah kisah populer yang menjadi bukti yang sekarang dikenal sebagai operasi bunuh diri dimana beberapa pemuda Islam pergi lakukan terhadap musuh-musuh Allah, akan tetapi aksi ini diperbolehkan hanya pada kondisi tertentu dan mereka melakukan aksi ini untuk Allah dan kemenangan agama Allah, bukan untuk riya, reputasi, atau keberanian, atau depresi akan kehidupan”
Sumber:
http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/22/fatwa-syaikh-al-bani-mengenai-bomb-syahid/
Ketiga: Fatwa Syaikh Al-Allamah Shalih bin Ghanim As-Sadlan
‘Jika yang dibela benar, dan dia melakukannya dengan landasan pendapat orang yang membolehkannya maka bisa jadi dia tidak dikatakan bunuh diri; karena dia berudzur dengan apa yang dia dengar.’(Koran Al-Furqon Kuwait, 28 Shafar, edisi 145, hal. 21 dengan perantaraan Salafiyyun wa Qadhiyatu Filisthin,hal. 62.) http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/26/fatwa-syaikh-al-allamah-shalih-bin-ghanim-as-sadlan-mengenai-bom-syahid/
Keempat: Fatwa Syeikh Abdullah bin Humaid
Di suatu sore hari, pada tahun 1400 H, pada saat Syeikh Abdullah bin Humaid Rahimahullahu Ta’ala –mantan Hakim Agung di Makkah Al-Mukarramah– sedang memberikan ceramah di samping pintu masuk ke sumur Zamzam di dekat Ka’bah Al-Musyarrafah, ada seseorang yang bertanya tentang hukum aksi bom syahid.
Syeikh menjawab, “Alhamdulillah, sesungguhnya aksi individu seorang Muslim yang membawa seperangkat bahan peledak, kemudian dia menyusup ke dalam barisan musuh dan meledakkan dirinya dengan maksud untuk membunuh musuh sebanyak mungkin dan dia sadar bahwa dia adalah orang yang pertama kali terbunuh; saya katakan; bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah termasuk bentuk jihad yang disyariatkan. Dan, insya Allah orang tersebut mati syahid.”
(Dikutip dari Al-‘Amaliyyat Al-Istiyhadiyyah fi Al-Mizan Al-Fiqhiy/DR. Nawaf Hail Takruri/hlm 101-102/penerbit Dar Al-Fikr, Beirut/Cetakan kedua edisi revisi/1997 M –1417H.)
http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/26/fatwa-syaikh-abdullah-bin-humaid-tentang-bomb-syahid-2/
Kelima: Fatwa Asy-Syeikh Hamud Bin Uqla Asy-Syu’aibi Tentang Bom Syahid
I…Dalil-dalil Qur’an
Firman Allah: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Al-Baqarah : 207)
Sesungguhnya sahabat RA menerapkan ayat ini ketika seorang Muslim seorang diri berjibaku menerjang musuh dengan bilangan yang banyak yang dengan itu nyawanya dalam kondisi berbahaya, sebagaimana Umar bin Khaththab dan Abu Ayub Al-Anshari juga Abu Hurairah RA sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidizy dan Ibnu Hibban serta Al-Hakim menshahihkannya ( Tafsir Al-Qurthubi 2/361)
Firman Allah : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” ( At-Taubah 111 )
Ibnu Katsir -semoga Allah merahmatinya- berkata: Kebanyakan (Ulama/Mufassir) berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan setiap Mujahid Fie Sabilillah.
Firman Allah : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al-Anfal : 60)
Allah berfirman terhadap mereka yang merusak perjanjian: “Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran” (Al-Anfal:57).
II…Dalil-dalil dari As-Sunnah:
Hadits Ghulam (pemuda) yang kisahnya terkenal, terdapat dalam Shahih Bukhari, ketika ia menunjukkan musuh cara membunuh dirinya, lalu musuh itupun membunuhnya, sehingga ia mati dalam keadaan syahid di jalan Allah. Maka operasi seperti ini merupakan salah satu jenis Jihad, dan menghasilkan manfaat yang besar, dan kemaslahatan bagi kaum Muslimin, ketika penduduk negeri itu masuk kepada dien (agama) Islam, yaitu ketika mereka berkata : “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) nya pemuda ini”.
Petunjuk (dalil) yang dapat di ambil dari hadits ini adalah bahwa Pemuda (Ghulam) tadi merupakan seorang Mujahid yang mengorbankan dirinya dan rela kehilangan nyawa dirinya demi tujuan kemaslahatan kaum Muslimin. Pemuda tadi telah mengajarkan mereka bagaimana cara membunuh dirinya, bahkan mereka sama sekali tidak akan mampu membunuh dirinya kecuali dengan cara yang ditunjukkan oleh pemuda tersebut, padahal cara yang ditunjukkan itu merupakan sebab kematian dirinya, akan tetapi dalam konteks Jihad hal ini diperbolehkan. Operasi sedemikian ini diterapkan oleh Mujahidin dalam Istisyhad (operasi memburu kesyahidan), kedua-duanya memiliki inti masalah yang sama, yaitu menghilangkan nyawa diri demi kemaslahatan jihad.
Amalan-amalan seperti ini memiliki dasar dalam syari’at Islam. Tak ubahnya pula dengan seseorang yang hendak melaksakanan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar di suatu tempat dan menunjukkan manusia kepada Hidayah sehingga dia terbunuh di tempat tersebut, maka dia dianggap sebagai seorang Mujahid yang Syahid, ini seperti sabda Nabi s.a.w: “Jihad yang paling utama adalah mengatakan Al-haq di depan penguasa yang Jaa-ir (jahat)”
Amaliyah yang dilakukan oleh Bara bin Malik dalam pertempuran di Yamamah. Ketika itu ia diusung di atas tameng yang berada di ujung-ujung tombak, lalu dilemparkan ke arah musuh, diapun berperang (di dalam benteng) sehingga berhasil membuka pintu Benteng. Dalam kejadian itu tidak seorangpun sahabat RA menyalahkannya.
Kisah ini tersebut dalam Sunan Al-Baihaqi, dalam kitab As-Sayru Bab At-Tabarru’ Bit-Ta’rudhi Lilqatli (9/44), tafsir Al-Qurthubi (2/364), Asaddul Ghaabah (1/206), Tarikh Thabari. Operasi yang dilakukan oleh Salamah bin Al-’Akwa dan Al-Ahram Al-Asadi, dan Abu Qatadah terhadap Uyainah bin Hishn dan pasukannya. Dalam ketika itu Rasulullah SAW memuji mereka, dengan sabdanya: “Pasukan infantry terbaik hari ini adalah Salamah” (Hadits Muttafaqun ‘Alaihi /Bukhari-Muslim).
Ibnu Nuhas berkata : Dalam hadits ini telah teguh tentang bolehnya seorang diri berjibaku ke arah pasukan tempur dengan bilangan yang besar, sekalipun dia memiliki keyakinan kuat bahwa dirinya akan terbunuh. Tidak mengapa dilakukan jikan dia ikhlas melakukannya demi memperoleh kesyahidan sebagaimana dilakukan oleh Salamah bin Al-’Akwa, dan Al-Akhram Al-Asaddi. Nabi SAW tidak mencela, sahabat RA tidak pula menyalahkan operasi tersebut. Bahkan di dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa operasi seperti itu adalah disukai, juga merupakan keutamaan.
Rasulullah SAW memuji Abu Qatadah dan Salamah sebagaimana disebutkan terdahulu. Dimana masing-masing dari mereka telah menjalankan operasi Jibaku terhadap musuh seorang diri (Masyari’ul Asywaq 1/540) Apa yang dilakukan oleh Hisyam bin Amar Al-Anshari, ketika dia meneroboskan dirinya di antara dua pasukan, menerjang musuh seorang diri dengan bilangan musuh yang besar, waktu itu sebagian kaum Muslimin berkata: Ia menjerumuskan dirinya dalam kebinasaan, Umar bin Khaththab r.a membantah klaim sebagian kaum Muslimin tersebut, begitu juga Abu Hurairah RA lalu keduanya membaca ayat: “Dan diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya demi mencari keridhaan Allah…” (Al-Baqarah 207 )
Al-Mushannif Ibnu Abi Syaibah (5/303,222), Sunan Al-Baihaqi (9/46). Abu hadrad Al-Aslami dan dua orang sahabatnya menerjangkan diri ke arah pasukan besar, tidak ada orang ke-empat selain mereka bertiga, akhirnya Allah memenangkan kaum Muslimin atas kaum Musyrikin. Ibnu Hisyam menyebut riwayat ini dalam kitab sirahnya. Ibnu Nuhas menyebutnya dalam Al-Masyaari’ (1/545). Operasi yang dilakukan oleh Abdullah bin Hanzhalah Al-Ghusail, ketika ia berjibaku menerjang musuh dalam salah satu pertempuran, sedangkan baju besi pelindung tubuhnya sengaja ia buang, kemudian kaum kafir berhasil membunuhnya. Disebutkan oleh Ibnu Nuhas dalam Al-Masyari’ (1/555).
Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/44) menukil tentang seorang lelaki yang mendengar sebuah hadits dari Abu Musa :”Jannah (syurga) itu berada di bawah naungan pedang” Lalu lelaki itu memecahkan sarung pedangnya, lantas menerjang musuh seorang diri, berperang sampai ia terbunuh. Kisah Anas bin Nadhar dalam salah satu pertempuran Uhud, katanya: “Aku sudah terlalu rindu dengan wangi jannah (syurga)” kemudian ia berjibaku menerjang kaum Musyrikin sampai terbunuh. (Muttafaqun ‘Alaihi).
http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/22/fatwa-asy-syaikh-hamud-bin-uqla-asy-syuaibi-tentang-operasi-istisyhaadiyah/
Keenam: Fatwa Syeikh Hamid bin Abdillah Al Ali.
Katanya: “Aksi bom syahid ini tidak ada bedanya dengan jika dia maju ke tengah-tengah barisan musuh untuk membunuh musuh sebanyak-banyaknya tanpa maksud membunuh dirinya. Akan tetapi dalam hal ini. Dia menjadikan dirinya sebagai sarana untuk membunuh musuh. Secara syar’i dua hukum ini tidak ada bedanya. Fatwa-fatwa ahlul ilmi yang telah kami sebutkan membolehkan seorang mujahid melakukan aksi ini demi kepentingan yang syar’i seperti untuk menewaskan musuh atau memberi semangat kepada kaum Muslimin agar berani menghadapi musuh-musuhnya atau melemahkan semangat musuh atau menghancurkan kejiwaan mereka.
(http:/mojahedoon.org/news/showtopic.php?topicid=663)
Begitulah kira-kiranya dari segi hukum dan perundangan Islam, yang sempat saya nukilkan, walaupun sebenarnya banyak lagi. Yang tentunya bukan untuk Palestin sahaja.. Ramai yang keliru dan buat-buat tak faham, kerana takut kepada kuasa-kuasa di balik tabir yang mendalangi dan mencengkam mereka, bagi melenyapkan kekuatan umat Islam, bertopengkan kegiatan kempen ‘anti pengganas’ tajaan tuan-tuan mereka.
Sekian. Wallahu aklam.
Sumber:www.ibnuhasyim.com
Pertama: Fatwa Syeikh Yusuf Al Qardhawi.
Menurut beliau, “Saya ingin katakan di sini bahawa operasi-operasi ini adalah termasuk cara yang paling jitu dalam jihad fisabilillah. Dan ia termasuk bentuk teror yang diisyaratkan dalam Al Qur'an dalam sebuah firman Allah Ta'ala yang artinya:
‘Dan persiapkanlah kekuatan apa yang mampu kamu kuasai dan menunggang kuda yang akan membuat takut musuh-musuh Allah dan musuhmu.’(QS. Al Anfal: 60).
Penamaan operasi ini dengan nama ‘bunuh diri’ adalah sangat keliru dan menyesatkan. Ia adalah operasi tumbal heroic (pengorbanan kepahlawanan) yang bernuansa (bercorak) agamis, ia sangat jauh bila dikatakan sebagai usaha bunuh diri. Juga orang yang melakukannya sangat jauh bila dikatakan sebagai pelaku bunuh diri. Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri. Sementara pejuang ini mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang bunuh diri itu adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah, sedangkan pejuang ini adalah manusia yang seluruh cita-citanya tertuju kepada rahmat Allah Ta’ala.
Orang yang bunuh diri itu ingin menyelesaikan dari dirinya dan dari kesulitannya dengan menghabisi nyawanya sendiri, sedangkan seorang mujahid ini membunuh musuh Allah dan musuhnya dengan senjata terbaru ini yang telah ditakdirkan menjadi milik orang-orang lemah dalam menghadapi tirani kuat yang sombong. Mujahid itu menjadi bom yang siap meledak kapan dan di mana saja menelan korban musuh Allah dan musuh bangsanya, mereka (baca: musuh) tak mampu lagi menghadapi pahlawan syahid ini. Pejuang yang telah menjual dirinya kepada Allah, kepalanya ia taruh di telapak tanganNya demi mencari syahadah di jalan Allah.
Para pemuda pembela tanah airnya, bumi Islam, pembela agama, kemuliaan dan umatnya, mereka itu bukanlah orang-orang yang bunuh diri. Mereka sangat jauh dari bunuh diri, mereka benar-benar orang syahid. Karena mereka persembahkan nyawanya dengan kerelaan hati di jalan Allah; selama niatnya ikhlas hanya kepada Allah saja; dan selama mereka terpaksa melakukan cara ini untuk menggetarkan musuh Allah Ta'ala, yang jelas-jelas menyatakan permusuhannya dan bangga dengan kekuatannya yang didukung oleh kekuatan besar lainnya.”
Bahkan Syeikh Al Qaradhawi menguatkan pendapatnya dengan pandangan ulama klasik yang juga membolehkan aksi sejenis bom syahid, yakni pandangan Imam al Jashash, Imam al Qurthubi, Imam ar Razi, Imam Ibnu Katsir, Imam ath Thabari, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Asy Syaukani, Syaikh Rasyid Ridha, dan lain-lain.
Pada akhir fatwanya, dia berkata… “Saya (Al Qardhawi) yakin kebenaran itu sudah sangat jelas sekali, cahaya pagi itu sudah nampak bagi yang punya indera. Semua pendapat di atas membantah mereka yang mengaku-aku pintar, yang telah menuduh para pemuda yang beriman kepada Tuhannya kemudian bertambah yakin keimanannya itu. Mereka telah menjual dirinya untuk Allah, mereka dibunuh demi mempertaruhkan agamaNya. Mereka menuduhnya telah membunuh diri dan menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Mereka itu, insya Allah, adalah para petinggi syahid di sisi Allah. Mereka adalah elemen hidup yang menggambarkan dinamika umat, keteguhannya untuk melawan, ia masih hidup bukan mati, masih kekal tidak punah.
Seluruh apa yang kami minta di sini adalah: seluruh operasi itu dilakukan setelah menganalisa dan menimbangkan sisi positif dan negatifnya. Semua itu dilakukan melalui perencanaan yang matang sekali di bawah pengawasan kaum Muslimin yang mumpuni . Kalau mereka melihat ada kebaikan, segera maju dan bertawakkal kepada Allah. Karena Allah SWT berfirman yang artinya,
‘Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Agung dan Maha Bijaksana.’ (QS. Al Anfal: 49)”
(Fatawa Mu’ashirah, hal. 503-505, Jld. 3. Cet.1, Darul Qalam, Kairo)
Kedua: Fatwa Syaikh Muhammad Nashirudin al Albani.
Didalam Shahih Mawarid Azh Zham’an oleh Syaikh al AlBany (dipublikasikan setelah beliau wafat), dia berkata pada bab kedua, halaman 119, setelah menjelaskan hadits populer Abu Ayyub, mengenai firman Allah ‘walaa tulqu bi aydiikum ilat-tahlukah’, dia berkata :
“Dan ini adalah kisah populer yang menjadi bukti yang sekarang dikenal sebagai operasi bunuh diri dimana beberapa pemuda Islam pergi lakukan terhadap musuh-musuh Allah, akan tetapi aksi ini diperbolehkan hanya pada kondisi tertentu dan mereka melakukan aksi ini untuk Allah dan kemenangan agama Allah, bukan untuk riya, reputasi, atau keberanian, atau depresi akan kehidupan”
Sumber:
http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/22/fatwa-syaikh-al-bani-mengenai-bomb-syahid/
Ketiga: Fatwa Syaikh Al-Allamah Shalih bin Ghanim As-Sadlan
‘Jika yang dibela benar, dan dia melakukannya dengan landasan pendapat orang yang membolehkannya maka bisa jadi dia tidak dikatakan bunuh diri; karena dia berudzur dengan apa yang dia dengar.’(Koran Al-Furqon Kuwait, 28 Shafar, edisi 145, hal. 21 dengan perantaraan Salafiyyun wa Qadhiyatu Filisthin,hal. 62.) http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/26/fatwa-syaikh-al-allamah-shalih-bin-ghanim-as-sadlan-mengenai-bom-syahid/
Keempat: Fatwa Syeikh Abdullah bin Humaid
Di suatu sore hari, pada tahun 1400 H, pada saat Syeikh Abdullah bin Humaid Rahimahullahu Ta’ala –mantan Hakim Agung di Makkah Al-Mukarramah– sedang memberikan ceramah di samping pintu masuk ke sumur Zamzam di dekat Ka’bah Al-Musyarrafah, ada seseorang yang bertanya tentang hukum aksi bom syahid.
Syeikh menjawab, “Alhamdulillah, sesungguhnya aksi individu seorang Muslim yang membawa seperangkat bahan peledak, kemudian dia menyusup ke dalam barisan musuh dan meledakkan dirinya dengan maksud untuk membunuh musuh sebanyak mungkin dan dia sadar bahwa dia adalah orang yang pertama kali terbunuh; saya katakan; bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah termasuk bentuk jihad yang disyariatkan. Dan, insya Allah orang tersebut mati syahid.”
(Dikutip dari Al-‘Amaliyyat Al-Istiyhadiyyah fi Al-Mizan Al-Fiqhiy/DR. Nawaf Hail Takruri/hlm 101-102/penerbit Dar Al-Fikr, Beirut/Cetakan kedua edisi revisi/1997 M –1417H.)
http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/26/fatwa-syaikh-abdullah-bin-humaid-tentang-bomb-syahid-2/
Kelima: Fatwa Asy-Syeikh Hamud Bin Uqla Asy-Syu’aibi Tentang Bom Syahid
I…Dalil-dalil Qur’an
Firman Allah: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Al-Baqarah : 207)
Sesungguhnya sahabat RA menerapkan ayat ini ketika seorang Muslim seorang diri berjibaku menerjang musuh dengan bilangan yang banyak yang dengan itu nyawanya dalam kondisi berbahaya, sebagaimana Umar bin Khaththab dan Abu Ayub Al-Anshari juga Abu Hurairah RA sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidizy dan Ibnu Hibban serta Al-Hakim menshahihkannya ( Tafsir Al-Qurthubi 2/361)
Firman Allah : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” ( At-Taubah 111 )
Ibnu Katsir -semoga Allah merahmatinya- berkata: Kebanyakan (Ulama/Mufassir) berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan setiap Mujahid Fie Sabilillah.
Firman Allah : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al-Anfal : 60)
Allah berfirman terhadap mereka yang merusak perjanjian: “Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran” (Al-Anfal:57).
II…Dalil-dalil dari As-Sunnah:
Hadits Ghulam (pemuda) yang kisahnya terkenal, terdapat dalam Shahih Bukhari, ketika ia menunjukkan musuh cara membunuh dirinya, lalu musuh itupun membunuhnya, sehingga ia mati dalam keadaan syahid di jalan Allah. Maka operasi seperti ini merupakan salah satu jenis Jihad, dan menghasilkan manfaat yang besar, dan kemaslahatan bagi kaum Muslimin, ketika penduduk negeri itu masuk kepada dien (agama) Islam, yaitu ketika mereka berkata : “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) nya pemuda ini”.
Petunjuk (dalil) yang dapat di ambil dari hadits ini adalah bahwa Pemuda (Ghulam) tadi merupakan seorang Mujahid yang mengorbankan dirinya dan rela kehilangan nyawa dirinya demi tujuan kemaslahatan kaum Muslimin. Pemuda tadi telah mengajarkan mereka bagaimana cara membunuh dirinya, bahkan mereka sama sekali tidak akan mampu membunuh dirinya kecuali dengan cara yang ditunjukkan oleh pemuda tersebut, padahal cara yang ditunjukkan itu merupakan sebab kematian dirinya, akan tetapi dalam konteks Jihad hal ini diperbolehkan. Operasi sedemikian ini diterapkan oleh Mujahidin dalam Istisyhad (operasi memburu kesyahidan), kedua-duanya memiliki inti masalah yang sama, yaitu menghilangkan nyawa diri demi kemaslahatan jihad.
Amalan-amalan seperti ini memiliki dasar dalam syari’at Islam. Tak ubahnya pula dengan seseorang yang hendak melaksakanan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar di suatu tempat dan menunjukkan manusia kepada Hidayah sehingga dia terbunuh di tempat tersebut, maka dia dianggap sebagai seorang Mujahid yang Syahid, ini seperti sabda Nabi s.a.w: “Jihad yang paling utama adalah mengatakan Al-haq di depan penguasa yang Jaa-ir (jahat)”
Amaliyah yang dilakukan oleh Bara bin Malik dalam pertempuran di Yamamah. Ketika itu ia diusung di atas tameng yang berada di ujung-ujung tombak, lalu dilemparkan ke arah musuh, diapun berperang (di dalam benteng) sehingga berhasil membuka pintu Benteng. Dalam kejadian itu tidak seorangpun sahabat RA menyalahkannya.
Kisah ini tersebut dalam Sunan Al-Baihaqi, dalam kitab As-Sayru Bab At-Tabarru’ Bit-Ta’rudhi Lilqatli (9/44), tafsir Al-Qurthubi (2/364), Asaddul Ghaabah (1/206), Tarikh Thabari. Operasi yang dilakukan oleh Salamah bin Al-’Akwa dan Al-Ahram Al-Asadi, dan Abu Qatadah terhadap Uyainah bin Hishn dan pasukannya. Dalam ketika itu Rasulullah SAW memuji mereka, dengan sabdanya: “Pasukan infantry terbaik hari ini adalah Salamah” (Hadits Muttafaqun ‘Alaihi /Bukhari-Muslim).
Ibnu Nuhas berkata : Dalam hadits ini telah teguh tentang bolehnya seorang diri berjibaku ke arah pasukan tempur dengan bilangan yang besar, sekalipun dia memiliki keyakinan kuat bahwa dirinya akan terbunuh. Tidak mengapa dilakukan jikan dia ikhlas melakukannya demi memperoleh kesyahidan sebagaimana dilakukan oleh Salamah bin Al-’Akwa, dan Al-Akhram Al-Asaddi. Nabi SAW tidak mencela, sahabat RA tidak pula menyalahkan operasi tersebut. Bahkan di dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa operasi seperti itu adalah disukai, juga merupakan keutamaan.
Rasulullah SAW memuji Abu Qatadah dan Salamah sebagaimana disebutkan terdahulu. Dimana masing-masing dari mereka telah menjalankan operasi Jibaku terhadap musuh seorang diri (Masyari’ul Asywaq 1/540) Apa yang dilakukan oleh Hisyam bin Amar Al-Anshari, ketika dia meneroboskan dirinya di antara dua pasukan, menerjang musuh seorang diri dengan bilangan musuh yang besar, waktu itu sebagian kaum Muslimin berkata: Ia menjerumuskan dirinya dalam kebinasaan, Umar bin Khaththab r.a membantah klaim sebagian kaum Muslimin tersebut, begitu juga Abu Hurairah RA lalu keduanya membaca ayat: “Dan diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya demi mencari keridhaan Allah…” (Al-Baqarah 207 )
Al-Mushannif Ibnu Abi Syaibah (5/303,222), Sunan Al-Baihaqi (9/46). Abu hadrad Al-Aslami dan dua orang sahabatnya menerjangkan diri ke arah pasukan besar, tidak ada orang ke-empat selain mereka bertiga, akhirnya Allah memenangkan kaum Muslimin atas kaum Musyrikin. Ibnu Hisyam menyebut riwayat ini dalam kitab sirahnya. Ibnu Nuhas menyebutnya dalam Al-Masyaari’ (1/545). Operasi yang dilakukan oleh Abdullah bin Hanzhalah Al-Ghusail, ketika ia berjibaku menerjang musuh dalam salah satu pertempuran, sedangkan baju besi pelindung tubuhnya sengaja ia buang, kemudian kaum kafir berhasil membunuhnya. Disebutkan oleh Ibnu Nuhas dalam Al-Masyari’ (1/555).
Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/44) menukil tentang seorang lelaki yang mendengar sebuah hadits dari Abu Musa :”Jannah (syurga) itu berada di bawah naungan pedang” Lalu lelaki itu memecahkan sarung pedangnya, lantas menerjang musuh seorang diri, berperang sampai ia terbunuh. Kisah Anas bin Nadhar dalam salah satu pertempuran Uhud, katanya: “Aku sudah terlalu rindu dengan wangi jannah (syurga)” kemudian ia berjibaku menerjang kaum Musyrikin sampai terbunuh. (Muttafaqun ‘Alaihi).
http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/22/fatwa-asy-syaikh-hamud-bin-uqla-asy-syuaibi-tentang-operasi-istisyhaadiyah/
Keenam: Fatwa Syeikh Hamid bin Abdillah Al Ali.
Katanya: “Aksi bom syahid ini tidak ada bedanya dengan jika dia maju ke tengah-tengah barisan musuh untuk membunuh musuh sebanyak-banyaknya tanpa maksud membunuh dirinya. Akan tetapi dalam hal ini. Dia menjadikan dirinya sebagai sarana untuk membunuh musuh. Secara syar’i dua hukum ini tidak ada bedanya. Fatwa-fatwa ahlul ilmi yang telah kami sebutkan membolehkan seorang mujahid melakukan aksi ini demi kepentingan yang syar’i seperti untuk menewaskan musuh atau memberi semangat kepada kaum Muslimin agar berani menghadapi musuh-musuhnya atau melemahkan semangat musuh atau menghancurkan kejiwaan mereka.
(http:/mojahedoon.org/news/showtopic.php?topicid=663)
Begitulah kira-kiranya dari segi hukum dan perundangan Islam, yang sempat saya nukilkan, walaupun sebenarnya banyak lagi. Yang tentunya bukan untuk Palestin sahaja.. Ramai yang keliru dan buat-buat tak faham, kerana takut kepada kuasa-kuasa di balik tabir yang mendalangi dan mencengkam mereka, bagi melenyapkan kekuatan umat Islam, bertopengkan kegiatan kempen ‘anti pengganas’ tajaan tuan-tuan mereka.
Sekian. Wallahu aklam.
Sumber:www.ibnuhasyim.com
No comments:
Post a Comment